Monday, May 13, 2013

MOLAHIDATIDOSA


MOLAHIDATIDOSA

A.    Definisi
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini meupakan neoplasma jinak. (Mochtar, 1998)
Mola hidatidosa adalah kelainan abnormal dengan cirri-ciri stoma vilus kapilaris langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal dan tepi vilus-vilusnya membesar dan mengalami udematus, tetap hidup dan tembuh terus. Vilus-vilus ini di gambarkan dalam bentuk gugusan anggur, jaringan troboflas vilus kadang-kadang berpolarisasi ringan, kadang-kadang keras dan mengeluarkan hormone HCG dalam jumlah yang sangat besar dari kehamilan biasa. (Purwaningsih, dkk. 2010).
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili koriolis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. (Prawihardjo, 2009)
Dari pengertian di atas dapat disimpulan bahwa molahidatidosa atau hamil anggur adalah kehamilan abnormal dimana terjadi kematian janin tetapi villus-villusnya terus membesar dan tetap hidup sehingga membentuk gelembung-gelembung yang berisi cairan yang disertai dengan pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG.

B.     Anatomi fisiologi
1.      Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a)      Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uteri.
b)      Badan uterus : melebar dari fundus ke servik.
c)      Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengah badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
2.      Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada umumnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002)
C.    Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
1.      Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2.      Imunoselektif dari trofoblast.
3.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4.      Paritas tinggi.
5.      Kekurangan protein.
6.      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. (Mochtar, Rustam ,1998)


D.    Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandinkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk.(1967) melaporkan 1:85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A. Siregar (medan) tahun 1982: 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya): 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (bandung): 9 -21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (15-45); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih banyak.  (Mochtar, Rustam. 1998)

E.     Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
1.      Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2.      Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3.      Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4.      Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

F.     Patofisiologi
Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing membelah lagi menjadi 4,8,16,32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berfoliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada molahidatidosa tidak jarang terjadi pendarahan pervagina, ini juga dikarenakan proliferasi troboflas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose molahidatidosa. (Purwaningsih, 2010).

G.    Klasifikasi
1.      Komplet atau klasik.
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur.
2.      Inkomplet atau parsial.
Seperti pada Mola hidatidosa komplet, tetapi masih ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini.
3.      Neoplasia trofoblastik gestasional.
4.      Non metastatik
5.      Metastatik.

H.    Komplikasi
Komplikasi pada Ibu dengan mola hidatidosa adalah :
1.      perdarahan yang hebat sampai syok,kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
2.      perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia,
3.      infeksi sekunder,
4.      perforasi karena keganasan dan karena tindakan,
5.      menjadi gansa (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus,akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma. (Mochtar, Rustam. 1998)

I.       Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1.      Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).
2.      Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalam kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
3.      Foto thoraks.
Ada gambaran emboli udara.
4.      Tes Acosta Sison.
Dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
5.      Pemeriksaan Sonde Uterus (Hanifa), menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).
6.       Peningkatan kadar HCG darah atau urine.

J.      Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1.      Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2.      Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
3.      Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4.      Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5.      Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1: Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
NANDA internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasiikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.
Purwaningsih, Wahyu dan Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.

1 comment: