MOLAHIDATIDOSA
A.
Definisi
Mola
hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Kelainan ini meupakan neoplasma jinak. (Mochtar, 1998)
Mola
hidatidosa adalah kelainan abnormal dengan cirri-ciri stoma vilus kapilaris
langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal dan tepi
vilus-vilusnya membesar dan mengalami udematus, tetap hidup dan tembuh terus.
Vilus-vilus ini di gambarkan dalam bentuk gugusan anggur, jaringan troboflas vilus
kadang-kadang berpolarisasi ringan, kadang-kadang keras dan mengeluarkan
hormone HCG dalam jumlah yang sangat besar dari kehamilan biasa. (Purwaningsih,
dkk. 2010).
Molahidatidosa
adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh vili koriolis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. (Prawihardjo, 2009)
Dari
pengertian di atas dapat disimpulan bahwa molahidatidosa atau hamil anggur
adalah kehamilan abnormal dimana terjadi kematian janin tetapi villus-villusnya
terus membesar dan tetap hidup sehingga membentuk gelembung-gelembung yang
berisi cairan yang disertai dengan pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG.
B.
Anatomi
fisiologi
1.
Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear,
terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya
disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut
endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak
uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak
memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian
bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke
dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di
setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm
dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a)
Fundus : bagian lambung di atas
muara tuba uteri.
b)
Badan uterus : melebar dari fundus
ke servik.
c)
Isthmus : terletak antara badan
dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut
serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os
interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum
pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan.
Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap
ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh
darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus,
di garis tengah badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di
dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum
latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
2.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan
sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke
uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil
yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi
dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar
pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi
yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali
perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit
trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa
degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang
disebut ”mola hidatidosa”. Pada umumnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi
baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi
keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002)
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002)
C.
Etiologi
Penyebab mola
hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor
ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif
dari trofoblast.
3. Keadaan
sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas
tinggi.
5. Kekurangan
protein.
6. Infeksi
virus dan faktor kromosom yang belum jelas. (Mochtar, Rustam ,1998)
D.
Epidemiologi
Prevalensi
mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandinkan
dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200 atau 2000
kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes
dkk.(1967) melaporkan 1:85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31
persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A. Siregar (medan) tahun 1982: 11-16 per
1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya): 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata
(bandung): 9 -21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur
reproduktif (15-45); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas
kemungkinan menderita mola akan lebih banyak.
(Mochtar, Rustam. 1998)
E.
Tanda
dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola
hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran
rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
1.
Mual dan muntah yang parah yang
menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2.
Pembesaran rahim yang tidak sesuai
dengan usia kehamilan (lebih besar).
3.
Gejala – gejala hipertitoidisme
seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan,
tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4.
Gejala – gejala pre-eklampsi seperti
pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria
(terdapat protein pada air seni).
F.
Patofisiologi
Ovum
Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi terjadi blastomer kemudian terjadi
pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing membelah
lagi menjadi 4,8,16,32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang
disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari. Sel-sel
morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar
yang merupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik atau nodus embrionale
(sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel
seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau
pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya
pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang
berfoliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus
menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang
akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada molahidatidosa tidak jarang
terjadi pendarahan pervagina, ini juga dikarenakan proliferasi troboflas yang
berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat
memastikan diagnose molahidatidosa. (Purwaningsih, 2010).
G.
Klasifikasi
1.
Komplet atau
klasik.
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur.
2.
Inkomplet atau parsial.
Seperti pada Mola hidatidosa komplet, tetapi masih ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini.
3.
Neoplasia trofoblastik gestasional.
4.
Non metastatik
5.
Metastatik.
H.
Komplikasi
Komplikasi pada Ibu
dengan mola hidatidosa adalah :
1. perdarahan yang
hebat sampai syok,kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
2. perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia,
3. infeksi sekunder,
4. perforasi karena keganasan dan karena tindakan,
5. menjadi gansa (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus,akan menjadi mola destruens
atau koriokarsinoma. (Mochtar, Rustam. 1998)
I.
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah :
1.
Serum ß-hCG untuk memastikan
kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).
2.
Ultrasonografi (USG). Melalui
pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalam kantung gestasi
(kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung
janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan
kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
3.
Foto thoraks.
Ada gambaran emboli udara.
4.
Tes Acosta
Sison.
Dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
5.
Pemeriksaan
Sonde Uterus (Hanifa), menunjukkan
gambaran badai salju
(snow flake pattern).
6.
Peningkatan kadar HCG darah atau urine.
J.
Penatalaksanaan
Medis
Penanganan yang biasa
dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1. Diagnosis
dini akan menguntungkan prognosis
2. Pemeriksaan
USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya
sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat
haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran
abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan
dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ
sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
3. Lakukan
pengosongan jaringan mola dengan segera
4. Antisipasi
komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5. Lakukan
pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih
terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola
hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses
evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL
dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara
tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila
sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar
dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai.
Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik
sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan
Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG
diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif
(diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta
besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak)
atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1: Obstetri
Fisiologi dan Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
NANDA internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasiikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.
Purwaningsih, Wahyu dan Siti
Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tailor, Cynthia M & Sheila
Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan
dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.
don't forget to be excited about everything
ReplyDeletecara mengobati batuk rejan pada bayi dan anak