Infeksi
Nosokomial
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi disebut
dengan asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen berbiak dan menyebabkan
perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung
dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau
contagious (Potter and Perry, 2005).
Nosokomial berasal dari bahasa yunani, dari kata
nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti
tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan
sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit atau infeksi yang
didapat oleh penderita ketika penderita dalam proses asuhan keperawatan
(Darmadi,2008). Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi pada seseorang
dalam waktu 3 X 24 jam sejak masuk rumah sakit (DepKes,2003).
Batasan infeksi nosokomial dalam hal ini menyangkut dua
hal yaitu penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit
dan adanya transmisi mikroba patogen ke penderita yang sedang dalam proses
asuhan keperawatan. Manifestasi klinis dapat muncul saat penderita masih dalam
proses asuhan keperawatan atau manifetasi klinis muncul setelah penderita
pulang/keluar dari rumah sakit. Penularan infeksi tejadi tanpa adanya
manifestasi klinis (asimptomatik), dan dalam hal ini perlu adanya penilaian
laboratoruim (Darmadi,2008)
Cara-cara memutuskan rantai
penularan dengan memperhatikan tiga unsur dari rantai penularan itu sendiri.
1)
Sumber
penularan: dengan cara mengeliminasi, membuang, menjauhkan, atau memasang
barier.
2)
Mekanisme
transmisi: mengenal cara-cara penularan, media-media perantara, dan agen antimokrobal.
3)
Penjamu/calon penderita: memperpendek waktu pemaparan, memasang barier/isolasi (Darmadi,2008).
a)
Penyebaran
infeksi
Mikroba patogen yang hidup dan berkembangbiak pada reservoir akan
mencari reservoir baru, begitu seterusnya. Penyebaran mikroba patogen ke tubuh manusia melalui mekanisme penularan (mode of
transmission). Dalam garis besar, mekanisme transmisi mikroba patogen ke
penjamu yang rentan (susceptible host) melaui dua cara.
1)
Transmisi
langsung (direct transmission)
Penularan
langsung oleh mikroba ke pintu masuk yang sesuai dari penjamu. Sebagai contoh
adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat
bersin, batuk, berbicara, atau saat transfusi darah dengan darah yang sudah
terkontaminasi mikroba patogen.
2)
Transmisi tidak
langsung (indirect transmission)
Penularan
patogen memerlukan adanya media perantara baik berupa barang/bahan, udara, air,
makanan/minuman, maupun vektor.
·
Vehicle borne
Sebagai media
perantara penularan adalah barang/bahan yang terkontaminasi seperti peralatan
makan dan minum, instrumen bedah, peralatan laboratorium, peralatan
infuse/transfusi.
·
Vector borne
Sebagai
perantara penularan adalah vektor (serangga), yang memindahkan mikroba patogen
ke penjamu dengan cara sebagai berikut.
-
Cara mekanisme
Pada kaki
serangga melekat kotoran atau sputum (mikroba patogen), lalu hinggap pada
makanan/minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna penjamu.
-
Cara biologis
Mikroba akan
mengalami siklus perkembangbiakan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya mikroba
dipindahkan ke tubuh penjamu melalui gigitan.
·
Food borne
Makanan dan
minuman menjadi perantara yang efektif untuk penyebaran mikroba ke penjamu,
yaitu melalui pintu masuk (port d’entrĂ©e) saluran cerna.
·
Water borne
Kualitas air
yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis. Diharapkan terbebas dari
mikroba patogen sehingga aman dikonsumsi. Jika tidak air sangat mudah
menyebarkan mikroba petogen ke pejamu melalui pintu masuk saluran cerna maupun
pintu masuk yang lain.
·
Air borne
Udara yang terkontaminasi
oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi. Mikroba patogen dalam udara
masuk ke saluran napas penjamu dalaam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan
oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui
mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama
debu lantai/tanah. Penularan melalui udara umumnya mudah terjadi pada ruangan
yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau
pada laboratorium klinik (Darmadi,2008).
b) Ciri-ciri
infeksi nosokomial
Suatu infeksi dikatakan
didapat dari rumah sakit apabila memilki cirri-ciri sebagai berikut:
1) Pada
waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda
klinik dari infeksi tersebut.
2) Pada
waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi
dari infeksi tersebut.
3) Tanda-tanda
klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangya setelah 3x24 jam sejak mulai
perawatan.
4) Infeksi
tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5) Bila
saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti
infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada
waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial (Darmadi,2008).
Selain
faktor dari luar, ada pula faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan
infeksi nosokomial yaiutu sebagai berikut:
1) Faktor
intrinsik (instrinsic factor) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum
penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain menyertai penyakit dasar
beserta komplikasinya.
2) Faktor
lamanya hari perawatan (length of stay), menurunya standar pelayanan perawatan,
serta padatnya penderita dalam satuu ruangan.
3) Faktor
mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan
merusak jaringan.
Survey sederhana (point
prevelensi) yang di lakukan oleh Subdit Survey Directorat Jenderal
Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan di sepuluh rumah sakit
umum pendidikan tahun 1987, angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu median
9,8% dengan range 6-16% (Depkes RI, 2001). Sedangkan prevelensi infeksi
nosokomial menurut ruang perawatan bedah di salah satu rumah sakit swasta di
DKI yang diteliti tersebut adalah sebagai berikut: bagian anak 4,0%, bagian
neonatal 37,5%, bagian penyakit dalam 11,6%, bagian bedah 21,4%, dan bagian
kebidanan 21,9%. Demikian pula survey yang di lakukan di rumah sakit Jakarta
tahun 2000, terbatas pada ruang bedah dan secara khusus di lakukan pemeriksaan
laboratorium pada sampel populasi ternyata infeksi nosokomial mencapai 20%
(Depkes RI, 2001).
Infeksi
pada dasarnya terjadi karena interaksi langsung maupun tidak langsung antara
penderita (host) yang rentan mikroorganisme yang infeksius dan lingkungan
sekitarnya (Environment). Faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan saling
berhubungan disebut rantai infeksi sebagai berikut :
1.
Adanya mikroorganisme (Agent) yang infeksius
mikroba penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur maupun parasit.
Penyebab utama infeksi nosokomial biasanya bakteri dan virus dan kadanga-kadang
jamur dan jarang oleh parasit. Peranannya dalam infeksi nosokomial tergantung
antara lain dari patogenesis atau virulensi dan jumlahnya.
2.
Adanya portal of exit/pintu keluar. Portal of
exit mikroba dari manusia biasanya melalui satu tempat, meskipun dapat juga
dari beberapa tempat. Portal of exit yang utama adalah saluran pernapasan,
daluran cerna dan saluran urogenitalia.
3.
Adanya porta of entry / Pintu masuk Tempat
masuknya kuman dapat melalui kulit, dinding mukosa, saluran cerna, saluran
pernafasan dan saluran urogenitalia. Mikroba yang terinfesius dapat masuk ke
saluran ceran melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi seperti: E.coli,
Shigella. Mikroba penyebab rubella dan toxoplasmosis dapat masuk ke host melalui
placenta.
4.
Terdapatnya cara penularan. Penularan atau
transmission adalah perpindahan mikroba dari source ke host. Penyebaran dapat
melalui kontak, lewat udara dan vektor. Cara penularan yang paling sering
terjadi pada infeksi nosokomial adalah dengan cara kontak. Pada cara ini
terdapat kontak antara korban dengan sumber infeksi baik secara langsung, tidak
langsung maupun secara droplet infection.
5.
Penderita (host) yang rentan. Masuknya kuman
kedalam tubuh penderita tidak selalu menyebabkan infeksi. Respon penderita
terhadap mikroba dapat hanya infeksi subklinis sampai yang terhebat yaitu
infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian. Yang memegang peranan sangat
penting adalah mekanisme pertahanan tubuh hostnya. Mekanisme pertahana tubuh
secara non spesifik antara lain adalah kulit, dinding mukosa dan sekret,
kelenjar-kelenjar tubuh. Mekanisme pertahanan tubuh yang spesifik timbul secara
alamia atau bantuan , secara alamia timbul karena pernah mendapat penyakit
tertentu, seperti poliomyelitis atau rubella. Imunitas buatan dapat timbul
secara aktif karena mendapat vaksin dan pasif karena pemberian imuneglobulin (Serum
yang mengandung antibodi).
Lingkungan sangat mempengaruhi rantai infeksi sebagai contoh tindakan
pembedahan di kamar operasi akan lebih kecil kemungkinan mendapatkan infeksi
luka operasi dari pada dilakukan ditempat lain. Selain pembagian faktor-faktor
diatas, infeksi nosokomial juga dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen.
1.
Faktor endogen adalah faktor yang ada didalam
tubuh penderita sendiri antara lain umur, jenis kelamin, daya tahan tubuh dan
kondisi lokal.
2.
Faktor eksogen adalah faktor dari luar tubuh
penderita berupa lamanya penderita dirawat, kelompok yang merawat, lingkungan,
peralatan tehnis medis yang dilakukan dan adanya benda asing dalam tubuh
penderita yang berhubungan dengan udara luar.
Kondisi-kondisi
yang mempermudah terjadinya Infeksi nosokomial Infeksi nosokomial mudah terjadi
karena adanya beberapa keadaan tertentu :
1.
Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang
sakit/pasien, sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih penyakit
dari pada ditempat lain.
2.
Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah,
sehingga mudah tertular.
3.
Rumah sakit sering kali dilakukan tindakan
invasif mulai dari sederhana misalnya suntukan sampai tindakan yang lebih
besar, operasi. Dalam melakukan tindakan sering kali petugas kurang
memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik.
4.
.Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten
terhadap antibiotik, akibat penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering
tidak rasional.
5.
Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas
dengan pasien, yang dapat menularkan kuman patogen.
6.
Penggunaan alat-alat kedokteran yang
terkontaminasi dengan kuman
Sumber
infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien, petugas rumah sakit, pengunjung
ataupun lingkungan rumah sakit. Selain itu setiap tindakan baik tindakan
invasif maupun non invasif yang akan dilakukan pada pasien mempunyai resiko
terhadap infeksi nosokomial. Adapun sumber infeksi tindakan invasif (operasi)
adalah :
1.
Petugas
-
Tidak/kurang memahami cara-cara penularan
-
Tidak/kurang memperharikan kebersihan perorangan
-
Tidak menguasai cara mengerjaklan tindakan
-
Tidak memperhatikan/melaksanakan aseptik dan
antiseptic
-
Tidak mematuhi SOP (standar operating procedure)
-
Menderita penyakit tertntu/infeksi/carier
2.
Alat
-
Kotor //Tidak steril
-
Rusak / karatan
-
Penyimpangan kurang baik
3.
Pasien
-
Persiapan diruang rawat kurang baik
-
Higiene pasien kurang baik
-
Keadaan gizi kurang baik (malnutrisi)
-
Sedang mendapat pengobatan imunosupresif
4.
Lingkungan
-
Penerangan/sinar matahari kurang cukup
-
Sirkulasi udara kurang baik
-
Kebersihan kurang (banyak serangga, kotor, air
tergenang)
-
Terlalu banyak peralatan diruangan
-
Banyak petugas diruangan
Penyabab
Infeksi nosokomial Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa : bakteri,
virus, fungi dan parasir, penyebab utamanya adalah bakteri dan virus,
kadang-kadang jamur dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya dalam
menyebabkan infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi dan
jumlahnya. Patogenesis adalah kemampuan mikroba menyebabkan penyakit,
patogenitas lebih jauh dapat dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya.
Virulensi adalah pengukuran dari beratnya suatu penyakit dan dapat diketahui
dengan melihat morbiditas dan derajat penularan, Daya invasi adalah kemampuan
mikroba menyerang tubuh. Jumlah mikroba yang masuk sangat menentukan timbul
atau tidaknya infeksi dan bervariasi antara satu mikroba dengan mikroba lain
dan antara satu host dengan host yang lain. Yang perlu diperhatikan dalam
pencegahan Infeksi nosokomial luka Operasi :
a.
Sebelum masuk rumah sakit
-
Pemerikasaan dengan pengobatan pasien untuk
persiapan operasi agar dilakukan sebelum pasien masuk/dirawat di rumah sakit.
-
Perbaikan keadaan pasien, misalnya gizi, penyakit
DM.
b.
Sebelum operasi Pasien operasi dilakukan dengan
benar sesuai dengan prosedur, misalnya pasien harus puasa, desinfeksi daerah operasi,
klimas dan lain-lain.
c.
Pada wantu operasi -Semua petugas harus mematuhi
peraturan kamar operasi.
-
Bekerja sesuai SOP (standar operating procedur)
-
Perhatikan wantu/lama operasi.
d.
Paska operasi Perhatikan perawatan alat-alat
Bantu yang terpasang sesudah operasi seperti : kateter, infus, dan lain-lain
No comments:
Post a Comment