Monday, May 13, 2013

KEHAMILAN EKTOPIK


TINJAUAN TEORI
A.           DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di tuba falopi (Mitayani, 2009).
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya cervix, pars interstitialis tubae atau dalam tanduk rudimenter rahim (Sastrawinata, 1984).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intragamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan ektopik lanjut ialah kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus, dan sebagainya. Dalam keadaan demikian antomi sudah kabur (Prawirohadjo, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kehamilan ektopik merupakan kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut. Tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dengan servik atau dalam tanduk rudimeter rahim.

B.            ETIOLOGI
Mitayani (2009) mengatakan bahwa sebagian besar penyebab tidak banyak diketahui, kemungkinan faktor yang memegang peranan adalah sebagai berikut:
1.      Faktor dalam lumen tuba
a.       Endosalfingitis
b.      Hipoplasia lumen tuba
2.      Faktor dinding lumen tuba
a.       Endometriosis tuba,
b.      Diventrikel tuba kongenital
3.      Faktor di luar dinding lumen tuba
a.       Perlengketan pada tuba
b.      Tumor
4.      Faktor lain
a.       Migrasi luar ovum
b.      Fertilasi in vitro
Menurut Cunningham (2005) mengatakan bahwa alasan meningkatnya kehamilan ektopik di Amerika Serikat tidak sepenuhnya dikethaui dengan jelas. Peningkatan serupa telah dilaporkan di Eropa Timur, Skandinavia, dan Inggris. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain:
1.      Meningkatnya prevalensi infeksi tuba akibat penularan seksual (Brunham, 1992).
2.      Diagnosis lebih dini dengan pemeriksaan gonadotropin korionik yang sensitive ultranosografi transvaginal-pada beberapa kasus terjadi resorpsi sebelum dilakukan diagnosis pada masa lalu.
3.      Popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauterine tetapi tidak untuk kehamilan ekstrauterin.
4.      Sterilisasi tuba yang gagal.
5.      Induksi aborsi yang diikuti dengan infeksi
6.      Meningkatnya penggunaan teknik reproduksi dengan bantuan.
7.      Bedah tuba, termasuk riwayat salpingotomo serta tuboplasti untuk kehamilan tuba
C.           PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas . (Sarwono Prawirohardjo, ilmu kebidanan, 2005)
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella .
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif .
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :
1.      Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2.      Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3.      Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina 




E.       MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada klien dengan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
1.      Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lember, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
2.      Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.
3.      Nyeri merupakan keluahan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada rupture nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk ke dalam syok.
4.      Perdarahan per vaginam merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan kematian janin.
5.      Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi (Mitayani, 2009).
F.            KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi kehamilan tuba yang biasa adalah ruptur tuba atau abortus tuba, aksierosif dari trofroblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak: ruptur mungkin paling sering timbul bila kehamilan berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit, abortus tuba dapat menimbulkan hematokel pelvis, reaksi peradangan lokal dan infeksi skunder dapat berkembang dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul.


G.           PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Tes Kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk mengetahui ada atau tidaknya hormone human chorionic gonadotropin (HCG) dalam air kemih.
Jaringan trofoblas kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterine normal, oleh sebab dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi. Apabila tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 21 ui/l maka 90-100% kehamilan ektopik akan member hasil positif. Tes kehamilan dengan antibody monokonal mempunyai nilai sensitifitas ± 50 mIU/ml dan dalam penelitian dilaporkan 90-96% kehamilan ektopik member hasil yang positif. Satu hal yang diperhatikan bahwa faktor sensifitas tersebut dipengaruhi oleh berat jenis air kemih yang diperiksa. Yang lebih penting ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat membedakan kehamilan intrauterine dengan kehamilan ektopik (Prawirohardjo, 2005).
2.      Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Teknik:
a.       Penderita dibadingkan dalam posisi litotomi
b.      Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
c.       Speculum dipasang dan bibir belakang porsi dijepit dengan tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan.
d.      Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan smprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil:
a.       Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yant tidak membeku, atau berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterin. Untuk memudahkan pengamatan sifat darah, sebaiknya darah yang diisap disemprotkan pada kain kasa.
b.      Negatif, apabila cairan yang diisap bersifat:
1)      Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah;
2)      Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang apendiks yang pecah (nanah harus dikultur);
3)      Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c.       Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan darah atau cairan lain.
3.      Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterine adalah 1:30.000 kasus, maka dalam segi praktif dapat dikatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterine, kemungkinan kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
4.      Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum (Prawirohardjo, 2005).
H.           PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut:
1.      Kondisi ibu pada saat itu
2.      Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya
3.      Lokasi kehamilan ektopik
4.      Kondisi anatomis organ pelvis
5.      Kemampuan teknik bedah mikro dokter
6.      Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Jones, L.D. 2005. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. EGC. Jakarta.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta

No comments:

Post a Comment