TINJAUAN TEORI
A.
DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah
dibuahi di luar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium,
serviks, dan abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di
tuba falopi (Mitayani, 2009).
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar
biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri, ovarium atau
rongga perut, tetapi dapat terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa
misalnya cervix, pars interstitialis tubae atau dalam tanduk rudimenter rahim
(Sastrawinata, 1984).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk
dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan
intragamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder
(Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan ektopik lanjut ialah kehamilan ektopik dimana
janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari
plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya
ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus, dan sebagainya. Dalam keadaan
demikian antomi sudah kabur (Prawirohadjo,
2005).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kehamilan ektopik merupakan kehamilan dengan ovum yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, kehamilan ektopik
dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut.
Tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya
dengan servik atau dalam tanduk rudimeter rahim.
B.
ETIOLOGI
Mitayani (2009) mengatakan bahwa sebagian besar penyebab
tidak banyak diketahui, kemungkinan faktor yang memegang peranan adalah sebagai
berikut:
1.
Faktor dalam lumen tuba
a.
Endosalfingitis
b.
Hipoplasia lumen tuba
2.
Faktor dinding lumen tuba
a.
Endometriosis tuba,
b.
Diventrikel tuba kongenital
3.
Faktor di luar dinding lumen tuba
a.
Perlengketan pada tuba
b.
Tumor
4.
Faktor lain
a.
Migrasi luar ovum
b.
Fertilasi in vitro
Menurut Cunningham (2005) mengatakan
bahwa alasan meningkatnya kehamilan ektopik di Amerika Serikat tidak sepenuhnya
dikethaui dengan jelas. Peningkatan serupa telah dilaporkan di Eropa Timur,
Skandinavia, dan Inggris. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain:
1.
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba akibat penularan
seksual (Brunham, 1992).
2.
Diagnosis lebih dini dengan pemeriksaan gonadotropin
korionik yang sensitive ultranosografi transvaginal-pada beberapa kasus terjadi
resorpsi sebelum dilakukan diagnosis pada masa lalu.
3.
Popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan
intrauterine tetapi tidak untuk kehamilan ekstrauterin.
4.
Sterilisasi tuba yang gagal.
5.
Induksi aborsi yang diikuti dengan infeksi
6.
Meningkatnya penggunaan teknik reproduksi dengan
bantuan.
7.
Bedah tuba, termasuk riwayat salpingotomo serta
tuboplasti untuk kehamilan tuba
C.
PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum di tuba pada
dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi
secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi
pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya
dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.
Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili
khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari
beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas . (Sarwono Prawirohardjo, ilmu
kebidanan, 2005)
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel
luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang
ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai
reaksi Arias-Stella .
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif .
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan
yang mungkin terjadi adalah :
1.
Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi
secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang
dan dengan mudah diresobsi total.
2.
Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang
terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada
dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah
perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba
terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui
ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan
berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3.
Ruptur dinding tuba
Penyebab utama
dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang
dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda.
Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih
lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan
seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina
E. MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi klinis pada klien dengan
kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
1.
Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak
khas. Pada umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin
merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada
pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lember, walaupun mungkin besarnya
tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena
lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
2.
Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda
dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala
yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.
3.
Nyeri merupakan keluahan utama pada kehamilan ektopik
terganggu. Pada rupture nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan
dan masuk ke dalam syok.
4.
Perdarahan per vaginam merupakan salah satu tanda
penting yang kedua pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan
kematian janin.
5.
Amenore juga merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga
dapat bervariasi (Mitayani, 2009).
F.
KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi kehamilan tuba
yang biasa adalah ruptur tuba atau abortus tuba, aksierosif dari trofroblas
dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak: ruptur mungkin paling
sering timbul bila kehamilan berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit,
abortus tuba dapat menimbulkan hematokel pelvis, reaksi peradangan lokal dan
infeksi skunder dapat berkembang dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan
darah yang berkumpul.
G.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.
Tes Kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam
hal ini ialah reaksi imunologik untuk mengetahui ada atau tidaknya hormone
human chorionic gonadotropin (HCG) dalam air kemih.
Jaringan trofoblas kehamilan ektopik
menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterine
normal, oleh sebab dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitifitas yang
tinggi. Apabila tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 21 ui/l maka 90-100%
kehamilan ektopik akan member hasil positif. Tes kehamilan dengan antibody
monokonal mempunyai nilai sensitifitas ± 50 mIU/ml dan dalam penelitian
dilaporkan 90-96% kehamilan ektopik member hasil yang positif. Satu hal yang
diperhatikan bahwa faktor sensifitas tersebut dipengaruhi oleh berat jenis air
kemih yang diperiksa. Yang lebih penting ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat
membedakan kehamilan intrauterine dengan kehamilan ektopik (Prawirohardjo,
2005).
2.
Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara
pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau cairan
lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Teknik:
a.
Penderita dibadingkan dalam posisi litotomi
b.
Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
c.
Speculum dipasang dan bibir belakang porsi dijepit
dengan tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior
ditampakkan.
d.
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas
dan dengan smprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil:
a.
Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat
sampai hitam yant tidak membeku, atau berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini
menunjukkan adanya hematokel retrouterin. Untuk memudahkan pengamatan sifat
darah, sebaiknya darah yang diisap disemprotkan pada kain kasa.
b.
Negatif, apabila cairan yang diisap bersifat:
1)
Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan
peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah;
2)
Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis
atau radang apendiks yang pecah (nanah harus dikultur);
3)
Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit
akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c.
Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil
dikeluarkan darah atau cairan lain.
3.
Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan
ultrasonografi pada penderita yang diduga mengalami kehamilan ektopik ialah
evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa kemungkinan kehamilan ektopik
yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterine adalah 1:30.000 kasus, maka
dalam segi praktif dapat dikatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan
ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterine, kemungkinan kehamilan
ektopik dapat disingkirkan.
4.
Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat
bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian
prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat
kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus,
ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum (Prawirohardjo, 2005).
H.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya
adalah laparatomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut:
1.
Kondisi ibu pada saat itu
2.
Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya
3.
Lokasi kehamilan ektopik
4.
Kondisi anatomis organ pelvis
5.
Kemampuan teknik bedah mikro dokter
6.
Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat
Hasil pertimbangan ini menentukan
apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan
pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok,
lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis
tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Jones, L.D. 2005. Dasar-dasar
Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba
Medika. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu
Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
No comments:
Post a Comment