Monday, May 13, 2013

KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)


KANKER  PAYUDARA  (CA   MAMAE)



A.  PENGERTIAN

Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjaadi benjolan tumor (kanker). Apabila tumor ini tidak diambil , dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinan sel-sel tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh. Kanker payudara umumnya menyerang wanita kelompok umur 40-70 tahun, tetapi resiko terus meningkat dengan tajam dan cepat sesuai dengan pertumbahan usia. Kanker payudara jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun.

B.   ETIOLOGI

Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetpi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan , faktor hormonl dan familial;
  1. Wanita resiko tinggi daripada pria (99:1)
  2. Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
  3. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan
  4. Riwayat meastrual:
Ø  early menarche (sebelum 12 thun)
Ø  Late menopouse (setelah 50 th)
  1. Riwayat kesehatan: Pernah mengalami/ sedang menderita otipical hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca. endometrial.
  2. Riwayat reproduksi: melahirkan anak  pertama diatas 30 tahun, menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy estrogen
  3. Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen
  4. Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), obesitas, trauma payudara, status sosial ekonomi tinggi, merokok.

C.  PATOFISIOLOGI  PENYAKIT


Untuk dapat menegakkan dignosa kanker dengan baik, terutama untuk melakukan pengobatan yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang proses terjadinya kanker dan perubahan strukturnya. Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal  sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan meninfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi  terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.

Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase, yaitu:
  1. Fase induksi 15 – 30 tahun
Kontak dengan bahan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat merubah jaringan displasia menjadi tumor ganas.
2.      Fase insitu: 5 – 10 tahun
Terjadi perubahan jaringan menjadi lesi “pre concerous” yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit dn akhirnya juga di payudara.
  1. Fase invasi: 1 – 5 tahun
Sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan sekitarnya dan ke pembuluh darah sera limfa
  1. Fase desiminasi: 1 - 5 tahun
Terjadi penyebaran ke tempat lain




D. TANDA DAN GEJALA


Penemuan dini kanker payudara masih sulit ditemukan, kebanyakan ditemukan jika sudah teraba oleh pasien.
Tanda – tandanya:
  1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
  2. Nyeri di daerah massa
  3. Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada area mammae
  4. Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
  5. Pengelupasan papilla mammae
  6. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting, keluar cairan spontan, kadang disertai darah
  7. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi

Penentuan Ukuran Tumor, Penyebaran Berdasarkan Kategori  T, N, M
TUMOR SIZE ( T )
  1. Tx: Tak ada tumor
  2. To: Tak dapat ditunjukkan adanya tumor  primer
  3. T1: Tumor dengan diameter , kurang dari 2 cm
  4. T2: Tumor dengan diameter 2 – 5 cm
  5. T3:  Tumor dengan diameter lebih dari 5
  6. T4: Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secara langsung ke dinding thorak atau kulit
REGIONAL LIMPHO NODUS ( N )
  1. Nx Kelenjar ketiak tak teraba
  2. No: Tak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
  3. N1: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
  4. N2: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral, melekat terfiksasi satu sama lain atau jaringan sekitrnya
  5. N3: Metastase ke kelenjar homolateral suprklavikuler/ infraklavikuler atau odem lengan
METASTASE JAUH ( M )
  1. Mo: Tak ada metastase jauh
  2. M1: Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemeriksaan labortorium meliputi:
Ø  Morfologi sel darah
Ø  LED
Ø  Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma
Ø  Pemeriksaan sitologis
  1. Test diagnostik lain:
a.       Non invasive;
Ø  Mamografi
Ø  Ro thorak
Ø  USG
Ø  MRI
Ø  PET
 
b.   Invasif
Ø  Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan
Ø  Aspirasi biopsy (FNAB)
Ø  Dengn aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat
Ø  True cut / Care biopsy
Ø  Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada massa
Ø  Incisi biopsy
Ø  Eksisi biopsy
Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara froxen section

F.  KOMPLIKASI

Metastase ke jaringan sekitar mellui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang dan hati.

G.  PENATALAKSANAAN MEDIS

            Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan poliatif (non pembedahan).  Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran knker.  Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.

H.  PROSES KEPERAWATAN PASIEN KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)


PENGKAJIAN
Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker payudara adalah reaksi pasien terhadap diagnosis dan kemampuannya untuk mengatasi situasi tersebut.  Pertanyaan yang berhubungan mencakup hal-hal berikut:
§      Bagaimana pasien berespon terhadap diagnosis?
§      Mekanisme koping apa yang pasien temukan paling membantu?
§      Dukungan psikologis atau emosional apa yang digunakan?
§      Apakah ada pasangan, anggota keluarga atau teman untuk membantunya dalam membuat pilihan pengobatan?
§      Bagian informasi mana yang paling penting yang pasien butuhkan?
§      Apakah pasien mengalami ketidaknyamanan?
Berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup antara lain:
Preoperatif:
§      Kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
§      Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional atau maturasional
Pasca operatif:
§      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri kimia (proses kanker, diskontinuitas jaringan)
§      Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri
§      Resiko infeksi berhubungan dengan inadekuat pertahanan primer atau imunosupresi
§      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis
§      Cemas berhubungan dengan status kesehatan
§      Pk: perdarahan
§      Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi bedah
§      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh, trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi
§      Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi dan struktur tubuh akibat pembedahan (mastektomi)

DAFTAR PUSTAKA


Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK – UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP dr.Sardjito, yogyakarta.

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA


KEHAMILAN EKTOPIK


TINJAUAN TEORI
A.           DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di tuba falopi (Mitayani, 2009).
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya cervix, pars interstitialis tubae atau dalam tanduk rudimenter rahim (Sastrawinata, 1984).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intragamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan ektopik lanjut ialah kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus, dan sebagainya. Dalam keadaan demikian antomi sudah kabur (Prawirohadjo, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kehamilan ektopik merupakan kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut. Tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dengan servik atau dalam tanduk rudimeter rahim.

B.            ETIOLOGI
Mitayani (2009) mengatakan bahwa sebagian besar penyebab tidak banyak diketahui, kemungkinan faktor yang memegang peranan adalah sebagai berikut:
1.      Faktor dalam lumen tuba
a.       Endosalfingitis
b.      Hipoplasia lumen tuba
2.      Faktor dinding lumen tuba
a.       Endometriosis tuba,
b.      Diventrikel tuba kongenital
3.      Faktor di luar dinding lumen tuba
a.       Perlengketan pada tuba
b.      Tumor
4.      Faktor lain
a.       Migrasi luar ovum
b.      Fertilasi in vitro
Menurut Cunningham (2005) mengatakan bahwa alasan meningkatnya kehamilan ektopik di Amerika Serikat tidak sepenuhnya dikethaui dengan jelas. Peningkatan serupa telah dilaporkan di Eropa Timur, Skandinavia, dan Inggris. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain:
1.      Meningkatnya prevalensi infeksi tuba akibat penularan seksual (Brunham, 1992).
2.      Diagnosis lebih dini dengan pemeriksaan gonadotropin korionik yang sensitive ultranosografi transvaginal-pada beberapa kasus terjadi resorpsi sebelum dilakukan diagnosis pada masa lalu.
3.      Popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauterine tetapi tidak untuk kehamilan ekstrauterin.
4.      Sterilisasi tuba yang gagal.
5.      Induksi aborsi yang diikuti dengan infeksi
6.      Meningkatnya penggunaan teknik reproduksi dengan bantuan.
7.      Bedah tuba, termasuk riwayat salpingotomo serta tuboplasti untuk kehamilan tuba
C.           PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas . (Sarwono Prawirohardjo, ilmu kebidanan, 2005)
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella .
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif .
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :
1.      Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2.      Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3.      Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina 




E.       MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada klien dengan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
1.      Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lember, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
2.      Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.
3.      Nyeri merupakan keluahan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada rupture nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk ke dalam syok.
4.      Perdarahan per vaginam merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan kematian janin.
5.      Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi (Mitayani, 2009).
F.            KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi kehamilan tuba yang biasa adalah ruptur tuba atau abortus tuba, aksierosif dari trofroblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak: ruptur mungkin paling sering timbul bila kehamilan berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit, abortus tuba dapat menimbulkan hematokel pelvis, reaksi peradangan lokal dan infeksi skunder dapat berkembang dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul.


G.           PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Tes Kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk mengetahui ada atau tidaknya hormone human chorionic gonadotropin (HCG) dalam air kemih.
Jaringan trofoblas kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterine normal, oleh sebab dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi. Apabila tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 21 ui/l maka 90-100% kehamilan ektopik akan member hasil positif. Tes kehamilan dengan antibody monokonal mempunyai nilai sensitifitas ± 50 mIU/ml dan dalam penelitian dilaporkan 90-96% kehamilan ektopik member hasil yang positif. Satu hal yang diperhatikan bahwa faktor sensifitas tersebut dipengaruhi oleh berat jenis air kemih yang diperiksa. Yang lebih penting ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat membedakan kehamilan intrauterine dengan kehamilan ektopik (Prawirohardjo, 2005).
2.      Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Teknik:
a.       Penderita dibadingkan dalam posisi litotomi
b.      Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
c.       Speculum dipasang dan bibir belakang porsi dijepit dengan tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan.
d.      Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan smprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil:
a.       Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yant tidak membeku, atau berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterin. Untuk memudahkan pengamatan sifat darah, sebaiknya darah yang diisap disemprotkan pada kain kasa.
b.      Negatif, apabila cairan yang diisap bersifat:
1)      Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah;
2)      Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang apendiks yang pecah (nanah harus dikultur);
3)      Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c.       Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan darah atau cairan lain.
3.      Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterine adalah 1:30.000 kasus, maka dalam segi praktif dapat dikatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterine, kemungkinan kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
4.      Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum (Prawirohardjo, 2005).
H.           PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut:
1.      Kondisi ibu pada saat itu
2.      Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya
3.      Lokasi kehamilan ektopik
4.      Kondisi anatomis organ pelvis
5.      Kemampuan teknik bedah mikro dokter
6.      Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Jones, L.D. 2005. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. EGC. Jakarta.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta

MOLAHIDATIDOSA


MOLAHIDATIDOSA

A.    Definisi
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini meupakan neoplasma jinak. (Mochtar, 1998)
Mola hidatidosa adalah kelainan abnormal dengan cirri-ciri stoma vilus kapilaris langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal dan tepi vilus-vilusnya membesar dan mengalami udematus, tetap hidup dan tembuh terus. Vilus-vilus ini di gambarkan dalam bentuk gugusan anggur, jaringan troboflas vilus kadang-kadang berpolarisasi ringan, kadang-kadang keras dan mengeluarkan hormone HCG dalam jumlah yang sangat besar dari kehamilan biasa. (Purwaningsih, dkk. 2010).
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili koriolis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. (Prawihardjo, 2009)
Dari pengertian di atas dapat disimpulan bahwa molahidatidosa atau hamil anggur adalah kehamilan abnormal dimana terjadi kematian janin tetapi villus-villusnya terus membesar dan tetap hidup sehingga membentuk gelembung-gelembung yang berisi cairan yang disertai dengan pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG.

B.     Anatomi fisiologi
1.      Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a)      Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uteri.
b)      Badan uterus : melebar dari fundus ke servik.
c)      Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengah badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
2.      Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada umumnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002)
C.    Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
1.      Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2.      Imunoselektif dari trofoblast.
3.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4.      Paritas tinggi.
5.      Kekurangan protein.
6.      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. (Mochtar, Rustam ,1998)


D.    Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandinkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk.(1967) melaporkan 1:85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A. Siregar (medan) tahun 1982: 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya): 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (bandung): 9 -21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (15-45); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih banyak.  (Mochtar, Rustam. 1998)

E.     Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
1.      Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2.      Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3.      Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4.      Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

F.     Patofisiologi
Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing membelah lagi menjadi 4,8,16,32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berfoliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada molahidatidosa tidak jarang terjadi pendarahan pervagina, ini juga dikarenakan proliferasi troboflas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose molahidatidosa. (Purwaningsih, 2010).

G.    Klasifikasi
1.      Komplet atau klasik.
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur.
2.      Inkomplet atau parsial.
Seperti pada Mola hidatidosa komplet, tetapi masih ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini.
3.      Neoplasia trofoblastik gestasional.
4.      Non metastatik
5.      Metastatik.

H.    Komplikasi
Komplikasi pada Ibu dengan mola hidatidosa adalah :
1.      perdarahan yang hebat sampai syok,kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
2.      perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia,
3.      infeksi sekunder,
4.      perforasi karena keganasan dan karena tindakan,
5.      menjadi gansa (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus,akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma. (Mochtar, Rustam. 1998)

I.       Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1.      Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).
2.      Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalam kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
3.      Foto thoraks.
Ada gambaran emboli udara.
4.      Tes Acosta Sison.
Dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
5.      Pemeriksaan Sonde Uterus (Hanifa), menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).
6.       Peningkatan kadar HCG darah atau urine.

J.      Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1.      Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2.      Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
3.      Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4.      Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5.      Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1: Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
NANDA internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasiikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.
Purwaningsih, Wahyu dan Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.