Sunday, April 28, 2013

PLACENTA PREVIA


“PLACENTA PREVIA”

A.    PENGERTIAN
Placenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yaitu di atas dan dekat tulang cerviks dalam dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6 % dari keseluruhan persalinan.

B.     KLASIFIKASI
Placenta previa dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
1.      Marginal placenta previa
Plasenta tertanam pada satu tepi segmen rahim bawah dekat dengan tulang.
2.      Incomplete / Parsial placenta previa
Menyiratkan penutupan tak sempurna
3.      Total / Complete placenta previa
Seluruhnya tulang dalam tertutup oleh placenta, saat cervik sepenuhnya berdilatasi
4.      Implantasi rendah / low-lying implantasi
Digunakan saat placenta diposisikan pada segmen bawah rahim yang lebih rendah tapi jauh dari tulang

C.     ETIOLOGI
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi berkurangnya vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi uterus, kehamilan molar, atau tumor yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih rendah merupakan sebuah teori tentang penyebab palcenta previa yang masuk akal.
Selain itu, kehamilan multiple / lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih besar untuk implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab terjadinya placenta previa. Dan juga pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan yang mungkin mengurangi suplai darah pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk implantasi rendah pada kehamilan berikutnya.

D.    PATHOLOGY
°  Lokasi implantasi dan ukuran placenta saling terkait. Secara rinci, karena sirkulasi pada segmen bawah sdikit lebih baik daripada fundus, placenta previa mungkin butuh untuk menutupi area yang lebih besar untuk efisiensi yang adekuat. Permukaan placenta previa mungkin lebih besar setidak-tidaknya 30% lebih besar daripada placenta yang terimplantasi di fundus.
°  Segmen bagian bawah relatif tanpa kontraksi dan perdarahan pantas dipertimbangkan pada pembukaan sinus.
°  Infeksi ascending dari vagina dapat menyebabkan placentitis, terutama di daerah pajana atau di atas tulang.
°  Placenta previa dapat terdorong miring, melintang, presentasi dan mencegah perikatan pada keadaan fetal.

E.     MANIFESTASI KLINIK
    Rasa tak sakit, perdarahan uteri, terutama pada trimester ketiga.
    Jarang terjadi pada episode pertama kejadian yang mengancam kehidupan atau menyebabkan syok hipovolemik.
    Kira-kira 7% dari placenta previa tanpa gejala dan merupakan suatu temuan yang kebetulan pada scan ultrasonik.
    Beberapa adalah jelmaan untuk pertama kali, saat uteri bawah merentang dan tipis, saat sobek dan perdarahan terjadi di lokasi implantasi bawah.
    Placenta previa mungkin tidak menyebabkan perdarahan hingga kelahiran mulai atau hinga terjadi dilatasi lengkap. Perdarahan awal terjadi dan berlebih-lebih pada total previa. Perdarahan yang merah terang mungkin terjadi secara intermitten, saat pancaran, atau lebih jarang, mungkin jugaberlanjut. Ini mungkin berawal saat wanita sedang istirahat atau di tengah-tengah aktifitas. Kebetulan kejadian ini tidak pernah terjadi kecuali jika dilakukan pengkajian vaginal atau rektal memulai perdarahan dengan kasar sebelum atau selama awal kehamilan.
    Sikap yang tak terpengaruh oleh placenta previa adalah rasa sakit. Bagaimanapun jika perdarahan yang pertama bersamaan dengan serangan kelahiran, wanita mungkin mengalami rasa tak nyaman karena kontraksi uterus.
    Pada pengkajian perut, jika fetus terletak longitudinal, ketinggian fundus biasanya lebih besar dari yang diharapkan untuk umur kehamilannya karena placenta previa menghalangi turunnya bagian-bagian janin.
    Manuver leopod mungkin menampakkan fetus pada posisi miring atau melintang karena abnormalitas lokasi implantasi placenta.
    Seperti kaidah, fetal distress atau kemayian janin terjadi hanya jika bagian penting placenta previa terlepas dari desidua basilis atau jika ibu menderita syok hipovolemik.

F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2.      Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
3.      Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
4.      Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5.      Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.

6.      Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.

G.    PENATALAKSANAAN / TERAPI SPESIFIK
1.      Terapi ekspektatif
·         Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir prematur, pasien dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.
Syarat pemberian terapi ekspektatif :
a.       Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b.      Belum ada tanda-tanda in partu.
c.       Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)
d.      Janin masih hidup.
·         Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
·         Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
·         Berikan tokolitik bila ada kontriksi :
-          MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
-          Nifedipin 3 x 20 mg/hari
-          Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
·         Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari test amniosentesis.
·         Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih berada di sekitar ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
·         Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai RS lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS apabila terjadi perdarahan ulang.
2.      Terapi aktif (tindakan segera)
·         Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
·         Untuk diagnosis placenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDOM jika :
-          Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
-          Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
-          Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal : anensefali)
-          Perdarahan dengan bagian terbawah jsnin telah jauh melewati PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)
Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :
1.      Seksio Cesaria (SC)
·         Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap dilakukan.
·         Tujuan SC antara lain :
-          Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan
-          Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin dilahirkan pervaginam
·         Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan  korpus uteri.
·         Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
·         Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.      Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
·         Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placent akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
·         Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
·         Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.

Sunday, April 21, 2013

INFEKSI PADA BAYI

SEPSIS NEONATORUM


A.    PENGERTIAN
Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Mikroorganisme ini dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir (DEPKES, 2007; Surasmi, 2003). Sepsis neonatorum terjadi dalam 28 hari pertama kelahiran dan dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari (Mochtar, 2005)
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). 
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.

B.     KLASIFIKASI
Berdasarkan umur dan onset / waktu timbulnya gejala-gejala, sepsis neonatorum dibagi menjadi dua:
1.      Early onset sepsis neonatal / sepsis awitan awal dengan ciri-ciri:
a.         Umur saat onset → mulai lahir sampai 7 hari,biasanya
b.         Penyebab → organisme dari saluran genital ibu.
c.         Organisme → grup B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria non-typik,  Haemophilus influezae dan enterococcus.
d.        Klinis → melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi pneumoni)
e.          Mortalitas → mortalitas tinggi (15-45%).
2.      Late onset sepsis neonatal / sepsis awitan lanjut dengan ciri-ciri:
a.       Umur saat onset → 7 hari sampai 30 hari.
b.      Penyebab → selain dari saluran genital ibu atau peralatan.
c.       0rganisme → Staphylococcus coagulase-negatif, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Grup B Streptococcus, Escherichia coli, dan Listeria.
d.      Klinis → biasanya melibatkan organ lokal/fokal (resiko tinggi terjadi meningitis).
e.       Mortalitas → mortalitas rendah ( 10-20%).
C.     PENYEBAB
Etiologi terjadinya sepsis pada neonatus adalah dari bakteri.virus, jamur dan protozoa (jarang ). Penyebab yang paling sering dari sepsis awitan awal adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis awitan lanjut dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum pada sepsis awitan lanjut.
Jika dikelompokan maka didapat:
1.      Bakteri gram positif
a.       Streptokokus grup B → penyebab paling sering.
b.      Stafilokokus koagulase negatif → merupakan penyebab utama bakterimia nosokomial.
c.       Streptokokus bukan grup B
2.      Bakteri gram negatif
a.    Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.
b.    H. influenzae.
c.    Listeria monositogenes.
d.   Pseudomonas
e.    Klebsiella.
f.     Enterobakter.
g.    Salmonella.
h.    Bakteria anaerob.
i.      Gardenerella vaginalis.
Walaupun jarang terjadi,terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan pneumonia dan sepsis dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.

D.    PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu:
1.      Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2.      Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau  port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
3.      Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus. (Surasmi, 2003)

E.     FAKTOR PREDISPOSISI
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi  terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama,  partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak menerapkan rawat gabung.  Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan pemberian minum buatan.

F.      TANDA DAN GEJALA
Penelitian WHO yang dipublikasikan tahun 2003, mengidentifikasikan sembilan gambaran klinis yang bisa memprediksi infeksi bakteri berat pada neonatus, yaitu:
1.      Malas minum
2.      Letargi atau malas bergerak
3.      Suhu tubuh > 38oC
4.      CRT memanjang (> 3 detik)
5.      Tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam
6.      Frekuensi nafas > 60 kali /menit
7.      Merintih
8.      Sianosis
9.      Kejang
`Gejala Klinik Spesifik
1.      Keadaan Umum : Malas  minum, tidak bugar, hipotermi/hipertermi, Sklerema, edema
2.      Sistem Susunan Saraf : Pusat Hipotoni, iritabel, kejang, letargi, tremor, ubun-ubun,cembung, 
3.      Sistem Saluran Nafas : Pernafasan tidak teratur, apnea, takipnea, (>60x/mnt), sesak nafas, sianosis
4.      Sistem Kardiovaskular : Takikardi (>160x/mnt), akral dingin, syok
5.      Sistem Saluran Pencernaan : Mencret, muntah, perut kembung
6.      Sistem Hematologi : Kuning, pucat, splenomegali, ptekie, purpura, pendarahan

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan Hematologi
a.       Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, netropeni, peningkatan ratsio netrofil imatur/total/(I/T) lebih 0,2
b.      Peningkatan protein fase akut, peningkatan Ig M
c.       Ditemukan pada pemeriksaan kultur, pengecatan gram dalam darah, urin dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman
d.      Analisa gas darah ditemukan hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat
e.       Pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah lekosit terutama PMN, jumlah lekosit 20/ml (umur < 7 hari) dan 10/ml (umur > 7 hari) meningkatkan kadar protein, penurunan ini sesuai dengan meningitis yang sering terjadi pada sepsis
f.       Gangguan metabolik hipoglikemia atau hiperglikemia, asidosis metabolik
g.      Peningkatan kadar bilirubin


2.      Pemeriksaan Radiologi
a.       Pneumoni konginetal berupa konsolidai bilateral atau efusi pleura
b.      Pneumonia karena infeksi intra partum, berupa infiltrasi dan desrtuksi jaringan bronkopulmoner, atelektasis segmental, atau lobaris, gambaran retikulogranuler difus (seperti penyakit membran hialin) dan efusi pleura.
c.       Pneumonia dan infeksi postnatal, gambaran sesuai dengan pola kuman setempat.
3.      Jika ditemukan gejala neurologis, bisa dilakukan CT Scan kepala, dapat ditemuakan obstruksi aliran cairan serebrospinal, infark atau abses. Pada ultrasonografi dapat ditemukan ventrikulitis.
4.      Beberapa pemeriksaan lain dapat dilakukan sesuai dengan penyakit penyerta.

H.    PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi.
1.      Pemberian antibiotik
Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak  dan dapat diberi secara parenteral.  Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 g/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari,  dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian; Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian; Eritromisin500 mg/kg BB/hari.
2.      Respirasi
Menjaga patensi jalan nafas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia. Pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan ventilator mekanik.
3.      Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan serta pemantauan tekanan darah (bila tersedia fasilitas) dan perfusi jaringan untuk mendeteksi dini adanya syok. Pada gangguan perfusi bida diberikan volume eksvander (NaCl Fisiologis, darah, dan albumin, tergantung kebutuhan) sebanyak 10 ml/kgBB dalam waktu setengah jam, bisa diulang 1-2 kali. Jangan lupa untuk melakukan monitor keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan obat-obatan inotropik seperti dopamin atau dobutamin
4.      Hematologi
Transfusi komponen darah jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.

I.       KOMPLIKASI
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:
1.      Meningitis
2.      Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan atau leukomalasia periventrikular.
3.      Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acut respiratory distress syndrome (ARDS).
4.      Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal.
5.      Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental
6.      Kematian



J.       PENCEGAHAN
1.      Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau infeksi intra uterin
2.      Mencegah dan pengobatan dengan ibu dengan ketuban pecah dini’
3.      Perawatan antenatal yang baiK
4.      Mencegah aborsi yang berulang , cacat bawaan.
5.      Mencegah persalinan prematur
6.      Melakukan pertologan persalinan yang bersih dan aman
7.      Melakukan resusitasi yang benar dan aman
8.      Melakukan tindakan pencegahan indeksi dengan mencuci tangan
9.      Melakukan identifikasi awal terhadap faktor resiko sepsis pengelolaan yang efektif